Selasa, 12 April 2011

Keshogunan Tokugawa

Keshogunan Tokugawa adalah pemerintahan diktator militer di Jepang yang didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun temurun dipimpin oleh shogun dari keluarga Tokugawa. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan Tokugawa disebut zaman Edo, karena ibu kota terletak di Edo yang sekarang disebut Tokyo. Keshogunan Tokugawa dimulai pada tanggal 24 Maret 1603 dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishōgun dan berakhir ketika Tokugawa Yoshinobu mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar pada 9 November 1867, yaitu selama 264 tahun.
Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai dengan maraknya gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan Bakumatsu. Sebelumnya, Oda Nobunaga dan penerusnya Toyotomi Hideyoshi merupakan pemimpin Jepang yang berhasil menjadi shogun setelah berhasil mempersatukan provinsi-provinsi. Setelah Pertempuran Sekigahara di tahun 1600, kekuasaan pemerintah pusat direbut oleh Tokugawa Ieyasu yang menyelesaikan proses pengambilalihan kekuasaan dan mendapat gelar Sei-i Taishōgun di tahun 1603. Tokugawa Ieyasu, lahir di Okazaki, 31 Januari 1543 – meninggal di Shizuoka, 1 Juni 1616 pada umur 73 tahun, lahir dengan nama Matsudaira Takechiyo, sebetulnya tidak memenuhi syarat sebagai shogun karena bukan keturunan klan Minamoto ( sebutan untuk anggota keluarga kaisar). Agar syarat utama menjadi shogun terpenuhi, Ieyasu memalsukan garis keturunannya menjadi keturunan klan Minamoto agar bisa diangkat menjadi shogun.
Di masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Samurai yang menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar yang umumnya dapat segera dipadamkan. Kelompok anti keshogunan Tokugawa justru semakin bertambah kuat setelah keshogunan Tokugawa mengambil kebijakan untuk bersekutu dengan kekuatan asing.
Sistem politik feodal Jepang di zaman Edo disebut Bakuhan Taisei, baku dalam "bakuhan" berarti "tenda" yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah militer atau keshogunan). Dalam sistem Bakuhan taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut 'han' dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer.
Kekuasaan pemerintah pusat berada di tangan shogun di Edo dan daimyo ditunjuk sebagai kepala pemerintahan di daerah. Daimyo memimpin provinsi sebagai wilayah berdaulat dan berhak menentukan sendiri sistem pemerintahan, sistem perpajakan, dan kebijakan dalam negeri. Sebagai imbalannya, daimyo wajib setia kepada shogun yang memegang kendali hubungan internasional dan keamanan dalam negeri. Shogun juga memiliki banyak provinsi dan berperan sebagai daimyo di provinsi yang dikuasainya. Keturunan keluarga Tokugawa disebar sebagai daimyo di seluruh pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain agar tetap setia dan tidak bersekongkol melawan shogun.
Keshogunan Tokogawa berhak menyita, menganeksasi, atau memindahtangankan wilayah di antara para daimyo. Sistem Sankin Kotai mewajibkan daimyo bertugas secara bergiliran mendampingi shogun menjalankan fungsi pemerintahan di Edo. Daimyo harus memiliki rumah kediaman sebagai tempat tinggal kedua sewaktu bertugas di Edo. Anggota keluarga daimyo harus tetap tinggal di Edo sebagai penjaga rumah sewaktu daimyo sedang pulang ke daerah, sekaligus sebagai sandera kalau daimyo bertindak di luar keinginan shogun.
Daimyo dari keturunan klan Tokugawa dan daimyo yang secara turun temurun merupakan pengikut setia klan Tokugawa disebut Fudai Daimyo. Sedangkan daimyo yang baru setia kepada klan Tokugawa setelah bertekuk lutut dalam Pertempuran Sekigahara disebut Tozama Daimyo. Golongan yang selalu mendapat perlakuan khusus disebut Shimpan Daimyo, karena berasal tiga percabangan keluarga inti Tokugawa yang disebut Tokugawa Gosankei (Tiga keluarga terhormat Tokugawa) yang masing-masing dipimpin oleh putra Tokugawa Ieyasu:
• Tokugawa Yoshinao, penguasa han Owari generasi pertama
• Tokugawa Yorinobu, penguasa han Kishū generasi pertama
• Tokugawa Yorifusa, penguasa han Mito generasi pertama.

Lambang keluarga Tokugawa berupa Mitsuba Aoi (tiga helai daun Aoi) hanya boleh digunakan garis keturunan utama keluarga Tokugawa dan Tokugawa Gosankei.

lambang keluarga (kamon) klan Tokugawa


Putra-putra lain Tokugawa Ieyasu hanya diberi nama keluarga Matsuidara dan tidak mendapatkan nama keluarga Tokugawa.
Di awal zaman Edo, keshogunan Tokugawa sangat kuatir terhadap Tozama Daimyo yang dianggap memiliki kesetiaan yang tipis terhadap klan Tokugawa. Berbagai macam strategi dirancang agar Tozama Daimyo tidak memberontak. Sanak keluarga klan Tokugawa sering dikawinkan dengan Tozama Daimyo, walaupun sebenarnya tujuan akhir keshogunan Tokugawa adalah memberantas habis semua Tozama Daimyo. Keshogunan Tokugawa justru akhirnya berhasil ditumbangkan Tozama Daimyo dari Satsuma, Choshu, Tosa, dan Hizen.
Keshogunan Tokugawa memiliki sekitar 250 wilayah han yang jumlahnya turun naik sesuai keadaan politik. Peringkat wilayah han ditentukan pemerintah berdasarkan total penghasilan daerah dalam setahun berdasarkan unit koku. Penghasilan minimal yang ditetapkan shogun untuk seorang daimyo adalah 10.000 koku. Daimyo yang memegang wilayah makmur dan berpengaruh mempunyai penghasilan sekitar 1 juta koku.
Hubungan shogun dan kaisar
Keshogunan Tokugawa menjalankan pemerintah pusat dari Edo, sedangkan penguasa sah Jepang dipegang kaisar Jepang yang berkedudukan di Kyoto. Kebijakan pemerintahan dikeluarkan istana kaisar di Kyoto dan diteruskan kepada klan Tokugawa. Sistem ini berlangsung sampai kekuasaan pemerintah dikembalikan kepada kaisar di zaman Restorasi Meiji.
Keshogunan Tokugawa menugaskan perwakilan tetap di Kyoto yang disebut Kyōto Shoshidai untuk berhubungan dengan kaisar, keluarga kaisar dan kalangan bangsawan.
Perdagangan luar negeri
Keshogunan Tokugawa mengeruk keuntungan besar dari monopoli perdagangan luar negeri dan hubungan internasional. Perdagangan dengan kapal asing dalam jumlah terbatas hanya diizinkan di Provinsi Satsuma dan daerah khusus Tsushima. Kapal-kapal Namban dari Portugal merupakan mitra dagang utama keshogunan Tokugawa yang diikuti jejaknya oleh kapal-kapal Belanda, Inggris dan Spanyol.
Jepang berperan aktif dalam perdagangan luar negeri sejak tahun 1600. Pada tahun 1615, misi dagang dan kedutaan besar di bawah pimpinan Hasekura Tsunenaga melintasi Samudra Pasifik ke Nueva Espana dengan menggunakan kapal perang Jepang bernama San Juan Bautista. Sampai dikeluarkannya kebijakan Sakoku di tahun 1635, shogun masih mengeluarkan izin bagi kapal-kapal Shuisen (Kapal Segel Merah) yang ingin berdagang dengan Asia. Setelah itu, perdagangan hanya diizinkan dengan kapal-kapal yang datang Tiongkok dan Belanda.

San-bugyō
Pelaksanaan pemerintahan dilakukan oleh san-bugyō (tiga lembaga administrasi): jishabugyō, kanjōbugyō dan machibugyō. Pejabat jishabugyō berstatus paling elit karena para pejabat selalu berhubungan dengan kuil Buddha (ji) dan kuil Shinto (sha) dan diberi hak penguasaan atas tanah. Pejabat jishabugyō juga menerima pengaduan dari pemilik tanah di luar 8 provinsi Kanto. Pejabat jishabugyō ditunjuk dari kalangan daimyo, dengan Ōoka Tadasuke sebagai pengecualian.
Pejabat kanjōbugyō yang terdiri dari 4 orang melapor langsung kepada rōjū. Tugasnya sebagai auditor keuangan keshogunan Tokugawa.
Pejabat machibugyō merupakan pelaksana pemerintahan tingkat lokal. Tugasnya merangkap-rangkap sebagai walikota, kepala polisi, kepala pemadam kebakaran, dan hakim pengadilan pidana dan hukum perdata, tapi tidak bertanggung jawab terhadap samurai. Pejabat machibugyō yang terdiri dari 2 orang (pernah juga sampai 3 orang), bertugas bergantian selama satu bulan penuh.
Tenryō, Gundai dan Daikan

Daftar shogun klan Tokugawa
1. Tokugawa Ieyasu (1543–1616), berkuasa: 1603–1605
2. Tokugawa Hidetada (1579–1632), berkuasa: 1605–1623
3. Tokugawa Iemitsu (1604–1651), berkuasa: 1623–1651
4. Tokugawa Ietsuna (1641–1680), berkuasa: 1651–1680
5. Tokugawa Tsunayoshi (1646–1709), berkuasa: 1680–1709
6. Tokugawa Ienobu (1662–1712), berkuasa: 1709–1712
7. Tokugawa Ietsugu (1709–1716), berkuasa: 1713–1716
8. Tokugawa Yoshimune (1684–1751), berkuasa: 1716–1745
9. Tokugawa Ieshige (1711–1761), berkuasa: 1745–1760
10. Tokugawa Ieharu (1737–1786), berkuasa: 1760–1786
11. Tokugawa Ienari (1773–1841), berkuasa: 1787–1837
12. Tokugawa Ieyoshi (1793–1853), berkuasa: 1837–1853
13. Tokugawa Iesada (1824–1858), berkuasa: 1853–1858
14. Tokugawa Iemochi (1846–1866), berkuasa: 1858–1866
15. Tokugawa Yoshinobu (Keiki) (1837–1913), berkuasa: 1867–1868

Tidak ada komentar:

Posting Komentar